Lion (2016)

118 min|Biography, Drama|06 Jan 2017
8.0Rating: 8.0 / 10 from 254,609 usersMetascore: 69
A five-year-old Indian boy is adopted by an Australian couple after getting lost hundreds of kilometers from home. 25 years later, he sets out to find his lost family.

Lion diadaptasi dari buku A long Way Home karya Saroo Brierley yang diambil sendiri dari kisah nyata perjalanan hidupnya. Film ini merupakan debut sutradara, Garth Davis yang dibintangi aktor-aktris ternama seperti Dev Patel, Nicole Kidman, David Wenham, serta Rooney Mara. Film ini telah meraih sejumlah penghargaan internasional dan meraih enam nominasi Oscar termasuk film terbaik dalam ajang Academy Awards tahun ini.

Film ini berkisah tentang seorang bocah cilik bernama Saroo yang berasal dari sebuah keluarga miskin di pelosok India. Bersama Guddu, sang kakak, mereka mencari tambahan makanan dan susu untuk keluarganya dengan mencuri batu bara di kereta api serta apa saja yang mereka temui sepanjang jalan. Suatu ketika Saroo memaksa kakaknya untuk membawanya pergi bekerja di malam hari. Saroo yang kelelahan akhirnya tertidur dan Guddu menyuruh sang adik menunggu di bangku stasiun. Sang adik yang terbangun berusaha mencari kakaknya dan akhirnya tertidur di sebuah gerbong. Ketika terbangun Saroo mendapati dirinya berada di gerbong kereta yang berjalan semakin menjauh dari tempat tinggalnya.

Sejak pembuka filmnya penonton telah disuguhi serangkaian pemandangan indah yang dikemas oleh tata sinematografi yang menawan. Alur kisahnya mengalir ringan mengikuti karakter sang bocah yang disajikan realistik mengingatkan banyak pada satu segmen dalam film Slumdog Millionare. Momen separuh awal filmnya adalah momen terbaik sepanjang filmnya. Melalui sudut pandang cerita yang konsisten dari sang bocah kita benar-benar bisa ikut merasakan ketakutan dan keterasingan Saroo saat terlempar jauh dari kampung halamannya. Satu momen di sebuah stasiun disajikan begitu mengesankan melalui ketinggian kamera sejajar dengan sang bocah dengan manusia-manusia yang bersliweran di sekitarnya bak raksasa. Permainan akting sang bocah diperankan Sunny Pawar begitu meyakinkan mendukung adegannya terlihat layaknya kejadian sesungguhnya.

Baca Juga  Everest

Sisa adegan selanjutnya, khususnya 25 tahun setelahnya, sudah tidak banyak menyisakan misteri selain menggambarkan kehidupan Saroo dewasa dan bagaimana memori masa kecilnya menjadi bagian dari trauma hidupnya. Kamera masih konsisten mengikuti karakter Saroo namun entah mengapa ini justru berefek pada kurangnya empati kita pada karakter-karakter lain, seperti John, Sue, Lucy, serta Mantosh. Bahkan karakter sang pacar, Lucy terasa hanya seperti tempelan sekalipun mereka berdua sering berada dalam momen intim. Momen investigasi yang menjadi kunci pun tidak mampu disajikan menarik dan terasa amat tanggung sehingga efek dramatik di akhir pun kurang menggigit.

Lion adalah sebuah drama kisah nyata yang menyentuh yang didukung pencapaian sinematografi serta pemainan akting menawan dari si cilik Sunny Pawar. Separuh awal filmnya adalah pencapaian sinematik yang superior namun separuhnya lagi terasa tanggung sekalipun aktor-aktrisnya telah bermain sangat baik. Diluar kelemahannya Lion adalah sebuah film penting yang menggambarkan situasi sesungguhnya yang terjadi di India. Saroo adalah satu dari jutaan bocah cilik yang jauh dari kampung halamannya dan film ini bisa menggugah simpati dunia untuk lebih serius memperhatikan masalah kemiskinan.
WATCH TRAILER

PENILAIAN KAMI
Overall
80 %
Artikel SebelumnyaThe Lego Batman Movie
Artikel BerikutnyaBoven Digoel
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.