Pitch_Perfect_Movie_PosterSekuel Musikal Minim Konflik

28 Mei 2015

Sutradara: Elizabeth Banks
Produser: Elizabeth Banks/Paul Brooks/Kay Cannon/Max Handelman/Jeff Levine/Jason Moore
Penulis Naskah: Kay Cannon
Pemain: Anna Kendrick/Rebel Wilson/Brittany Show/Hailee Stenfield/Skylar Astin
Sinematografi: Jim Denault
Editing: Craig Alpert
Ilustrasi Musik: Mark Mothersbaugh/ The Underdogs
Studio: Gold Circle Films
Distributor: Universal Pictures
Durasi: 115 menit
Bujet: $29 juta

Seri pertama Pitch Perfect (2012) menawarkan beberapa nomor musik acapella rancak dengan kisah roman manis plus bumbu komedi dengan belasan karakter yang unik. Seri pertama ini adalah film drama musikal remaja yang amat menghibur. Si junior, Becca (Kendrick) menjadi tokoh utamanya dan persaingan antar grup acapella menjadi plot pokok kisahnya. Pada sekuelnya, dominasi musik accapela menjadi daya jual utama sementara konflik plotnya hampir bisa dibilang minimalis. Bardenbella yang telah menjadi juara bertahan tiga kali dan populer di seluruh negeri mengalami peristiwa memalukan hingga diskors dari kegiatan kompetisi dalam negeri. Satu-satunya harapan untuk memulihkan nama baik mereka adalah memenangkan kompetisi acapella tingkat dunia. Inti plot filmnya hanya ini tidak lebih.

“It was only an accident”, satu kalimat dari Becca dihadapan rektor kampus cukup untuk menggambarkan bagaimana premis pokok yang terjadi di film ini begitu dipaksakan. Hanya satu kecelakaan kecil yang sebenarnya tidak berarti apa-apa dibesarkan sedemikian rupa hanya untuk menjadi motif cerita. Tokoh Becca tidak memiliki konflik yang berarti tidak seperti di seri pertama, dan tambahan sub plot tokoh-tokohnya, seperti Fat Amy dan Emily juga tidak menambah apapun greget ceritanya. Cerita terlalu datar dan sejak awal pun seluruh alur kisahnya tidak sulit kita duga hingga akhir.

Satu-satunya yang bisa dinikmati lebih adalah sajian musikalnya. Sekuen musikal kini mendapatkan porsi lebih banyak ketimbang seri pertamanya. Sejak awal pun beberapa nomor acapella yang dibawakan Bardenbella dan The Treblemaker disajikan begitu manis. Satu sekuen musikal yang mencuri perhatian adalah satu kompetisi kecil di tengah cerita, dimana lima grup musik acapella sekaligus bersaing secara langsung untuk menjadi jawara. Satu lagi nomor manis musikal acapella dibawakan Bardenbella di penghujung film sebagai pamungkas. Musik acapella memang menjadi satu-satunya kekuatan dan daya tarik film ini.

Baca Juga  Alpha

Elizabeth Banks, aktris yang kini menjalani debut sutradaranya melalui sekuel ini mencoba bermain aman dengan menjual segmen musikal. Sebuah usaha yang berhasil dan besar kemungkinan seri ketiga diproduksi melihat sukses komersil film ini. Jika dibandingkan dengan seri pertamanya, sekuelnya ini adalah sebuah kemunduran karena tidak mampu menawarkan sebuah konflik cerita yang memadai. Cukup nikmati saja musiknya, ini sudah membuat kita terhibur dan memancing badan kita untuk ikut bergoyang.

Movie Trailer

[su_youtube url=”https://www.youtube.com/watch?v=6bh4mvJ5jUg” width=”500″ height=”300″]

PENILAIAN KAMI
Total
50 %
Artikel SebelumnyaMenanti Film James Bond Terbaru: SPECTRE
Artikel BerikutnyaWhen We Leave
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.