Deep Water (2022)
115 min|Crime, Drama, Mystery|18 Mar 2022
5.5Rating: 5.5 / 10 from 58,999 usersMetascore: 53
A well-to-do husband who allows his wife to have affairs in order to avoid a divorce becomes a prime suspect in the disappearance of her lovers.

Bagi penikmat film erotis era 1980-an, siapa yang tak kenal film-film macam Flashdance, Fatal Attraction, 9½ Weeks, hingga Indecent Proposal dan Unfaithful. Sineas kawakan di balik semuanya adalah Adrian Lyne. Dua puluh tahun berlalu, kini Lyne melakukan come back melalui Deep Water dengan membawa dua nama top, Ben Affleck dan Anna de Armas. Kisah filmnya diadaptasi dari novel karya bertitel sama (1958) karya Patricia Highsmith. Dirilis Amazon Prime Video, mampukan film ini bersaing kualitas dengan film-film sang sineas terdahulu?

Vic (Affleck) bersama Melinda (Armas) dan putrinya, tinggal di sebuah kota kecil di Lousiana. Vic sangat mencintai istrinya yang cantik, namun Melinda memiliki tabiat buruk, suka berselingkuh. Hal ini bahkan dilakukannya terang-terangan di depan Vic dan rekan-rekan mereka. Tarik ulur antara keduanya berlangsung hingga suatu ketika di sebuah pesta, Vic diduga membunuh salah satu pacar Melinda.

Sudah lama sekali sejak saya menonton film-film garapan Lyne, yang saya ingat hanyalah sebuah “mind games” serta pembuktian kesetiaan di antara sepasang tokohnya (istri atau kekasih gelap). Walau kini adegan panasnya tidak seekstrem (baca: seindah) film-film sebelumnya, namun penampilan Anna de Armas, sebagai si istri binal terbilang amat mengesankan. Gesture tubuhnya lebih banyak berbicara ketimbang dialognya sendiri. Armas membuktikan bahwa ia adalah aktris serba bisa. Lalu Afleck? Boleh dibilang ia tidak perlu menguras kemampuan aktingnya, sama buruk dengan perannya sebagai sang ksatria malam.

Baca Juga  Wonka

Satu kelemahan terbesar film ini adalah kisahnya (naskah). Entah ini loyal dengan novelnya atau tidak, saya memang tidak tahu. Namun dalam adaptasinya kali ini, opsi alur plotnya tidak sulit untuk ditebak. Belum lagi semua hal serba kebetulan yang nyaris mustahil untuk terjadi. Kekuatan plotnya sebenarnya ada pada area abu-abu yang menjadikan sisi misteri terjaga. Tapi kisahnya tidak cukup kuat untuk melakukan ini. Benarkan Vic yang membunuh semua selingkuhan Melinda? Semakin ini ditahan semakin menarik kisahnya. Jika kisahnya seperti yang disajikan, maka kita tak ubahnya melihat satu pasangan “sakit”, yang memiliki seorang putri yang sangat normal.

Deep Water, menandai kembalinya sang sineas spesialis film erotis, namun sayangnya penampilan gemilang Anna de Armas, tidak sepadan dengan naskahnya yang buruk. Mungkin buruk bukan kata yang tepat melainkan sudah tidak pas dengan eranya. Deep Water tidak lain dan tidak bukan hanyalah satu tribute kecil terhadap film-film Lyne pada era kejayaannya. Jika tidak terlalu tinggi ekspektasimu, bisa jadi film ini bisa menghibur di kala sengang. “Godaan” tak terelakkan menjadi tipikal plot kebanyakan film Lyne, namun Deep Water tidak mampu banyak menggoda kita.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
60 %
Artikel SebelumnyaJujutsu Kaisen 0
Artikel BerikutnyaThe Lost City
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.