Bagi penikmat film erotis era 1980-an, siapa yang tak kenal film-film macam Flashdance, Fatal Attraction, 9½ Weeks, hingga Indecent Proposal dan Unfaithful. Sineas kawakan di balik semuanya adalah Adrian Lyne. Dua puluh tahun berlalu, kini Lyne melakukan come back melalui Deep Water dengan membawa dua nama top, Ben Affleck dan Anna de Armas. Kisah filmnya diadaptasi dari novel karya bertitel sama (1958) karya Patricia Highsmith. Dirilis Amazon Prime Video, mampukan film ini bersaing kualitas dengan film-film sang sineas terdahulu?
Vic (Affleck) bersama Melinda (Armas) dan putrinya, tinggal di sebuah kota kecil di Lousiana. Vic sangat mencintai istrinya yang cantik, namun Melinda memiliki tabiat buruk, suka berselingkuh. Hal ini bahkan dilakukannya terang-terangan di depan Vic dan rekan-rekan mereka. Tarik ulur antara keduanya berlangsung hingga suatu ketika di sebuah pesta, Vic diduga membunuh salah satu pacar Melinda.
Sudah lama sekali sejak saya menonton film-film garapan Lyne, yang saya ingat hanyalah sebuah “mind games” serta pembuktian kesetiaan di antara sepasang tokohnya (istri atau kekasih gelap). Walau kini adegan panasnya tidak seekstrem (baca: seindah) film-film sebelumnya, namun penampilan Anna de Armas, sebagai si istri binal terbilang amat mengesankan. Gesture tubuhnya lebih banyak berbicara ketimbang dialognya sendiri. Armas membuktikan bahwa ia adalah aktris serba bisa. Lalu Afleck? Boleh dibilang ia tidak perlu menguras kemampuan aktingnya, sama buruk dengan perannya sebagai sang ksatria malam.
Satu kelemahan terbesar film ini adalah kisahnya (naskah). Entah ini loyal dengan novelnya atau tidak, saya memang tidak tahu. Namun dalam adaptasinya kali ini, opsi alur plotnya tidak sulit untuk ditebak. Belum lagi semua hal serba kebetulan yang nyaris mustahil untuk terjadi. Kekuatan plotnya sebenarnya ada pada area abu-abu yang menjadikan sisi misteri terjaga. Tapi kisahnya tidak cukup kuat untuk melakukan ini. Benarkan Vic yang membunuh semua selingkuhan Melinda? Semakin ini ditahan semakin menarik kisahnya. Jika kisahnya seperti yang disajikan, maka kita tak ubahnya melihat satu pasangan “sakit”, yang memiliki seorang putri yang sangat normal.
Deep Water, menandai kembalinya sang sineas spesialis film erotis, namun sayangnya penampilan gemilang Anna de Armas, tidak sepadan dengan naskahnya yang buruk. Mungkin buruk bukan kata yang tepat melainkan sudah tidak pas dengan eranya. Deep Water tidak lain dan tidak bukan hanyalah satu tribute kecil terhadap film-film Lyne pada era kejayaannya. Jika tidak terlalu tinggi ekspektasimu, bisa jadi film ini bisa menghibur di kala sengang. “Godaan” tak terelakkan menjadi tipikal plot kebanyakan film Lyne, namun Deep Water tidak mampu banyak menggoda kita.