Godzilla vs. Kong merupakan seri keempat dari semesta sinematik, MonsterVerse yang diawali melalui Godzilla (2014). Film ini diarahkan oleh Adam Wingard yang menandai sineas yang berbeda yang menggarap tiga film sebelumnya. Film ini dibintangi oleh Rebecca Hall, Alexander Skarsgard, Brian Tyree Henry, serta para pemain seri sebelumnya, yakni Millie Bobby Brown dan Kyle Chandler. Film berbujet lebih dari USD 150 juta yang sejatinya rilis November tahun lalu ini, akibat pandemi baru dirilis pekan ini di teater dan secara streaming di platform HBO Max. So, apakah filmnya juga sama pencapaiannya seperti satu seri sebelumnya (The King of Monsters)?
Para ahli telah menemukan rongga dalam bumi (hollow earth) yang disinyalir merupakan tempat para monster berasal. Rencana menggiring para monster untuk mengembalikan ke tempat asal mereka adalah mengumpankannya dengan Kong. Godzilla yang merupakan seteru abadi Kong, diyakini akan mengikuti kera raksasa tersebut jika ia masuk ke dalam rongga bumi. Namun, di luar dugaan, satu perusahaan lain memiliki rencana yang berbeda untuk memusnahkan para monster dari permukaan bumi.
Yah, sederhananya plotnya begitu. Detilnya, saya sendiri sudah tak paham, karena semua logika cerita seri terdahulu seolah sudah tak dianggap. Plot Godzilla vs. Kong jelas dipaksakan dan mengada-ada untuk membuat kisahnya bisa berjalan agar memancing adegan aksi skala besar bisa terjadi. Rongga bumi? Duh, ini apa pula? Mengapa kesenjangan teknologi dalam dunia cerita film pertama dan kedua, begitu jauh berbeda dengan film ini? Banyak hal sungguh tak bisa dinalar menggunakan logika cerita sebelumnya. Bicara untuk kebaikan umat manusia juga hanya omong kosong. Godzilla yang awalnya (Godzilla/2014) memiliki konsep pelindung umat manusia kini berbalik menjadi pemusnah umat manusia. Konsep filosofi keseimbangan alam yang dulu diagungkan kini hilang tak berbekas. Ini yang membuat filmnya tidak memiliki dimensi manusia sama sekali dan hanya sekadar menyajikan superioritas para monster.
Seperti yang dijanjikan judulnya, Godzilla vs. Kong semata menyajikan aksi besar dengan gemerlap efek visual melalui konsep naskah yang sudah melenceng jauh dari seri pertamanya, tanpa sedikit pun human value di dalamnya. Seri ini kini tak ada ubahnya seperti film anak-anak. Sejak dua dekade lalu, rasanya Godzilla vs. Kong adalah salah satu film blockbuster terburuk yang pernah diproduksi. Sementara Godzilla (2014) adalah salah satu film fiksi Ilmiah terbaik yang pernah diproduksi, baik secara konsep cerita maupun pendekatan estetiknya.
Stay safe and Healthy!