Setelah tiga dekade lebih hadir dengan lima film, sejak Jurrasic Park (1993), franchise raksasa ini seperti tak pernah habis walau kisahnya sebenarnya sudah habis. Jurassic World dan sekuelnya, intinya hanyalah template dari Jurassic Park dan The Lost World dengan menghadirkan dinosaurus lebih banyak. Tidak lebih. Bertahan hidup dengan kucing-kucingan ala Alien, koorperasi rakus, ilmuwan bijak pecinta dino, serta embel-embel berdamai dengan para dino tak pernah lepas dari plotnya. Kini seri terakhirnya, Jurrasic World Dominion mau apa lagi? Tak ada apa pun, selain sisi nostalgia.
Jurrasic World Dominion adalah seri ke-6 dari seri Jurrasic Park (JP), dan film penutup dari trilogi Jurrasic World. Film ini kembali dalam arahan Colin Trevorrow, dengan Steven Spielberg duduk di kursi executive producer. Film ini dibintangi para pemain seri sebelumnya, Chris Pratt, Bryce Dallas Howard, termasuk kembalinya tiga pemain seri aslinya, Laura Dern, Sam Neill, dan Jeff Goldblum. Dengan megabujet USD 168 juta, apakah film ini masih memiliki cakar untuk memuncaki box office?
Saya masih ingat betul ketika menonton Jurrasic Park tiga dekade lalu yang membuat penonton terkagum-kagum dengan kemunculan para dinonya (walau hanya sedikit). Tak banyak perbedaan signifikan sejak dulu dan sekarang (CGI) yang mampu disajikan begitu nyata. Bagi saya, bukan dinonya yang mencuri perhatian, namun bagaimana alur plotnya dituturkan. Segmen aksinya, tak ubahnya tipikal plot “alien” hanya kini monsternya adalah dinosaurus. Segmen dialog di ruang makan, sampai kini masih menjadi satu pengadeganan dialog paling membekas dalam medium film. Adegan ini menjadi kunci seri ini dan semua filmnya (termasuk JWD) merepresentasikan apa yang mereka prediksikan benar adanya.
JWD melanjutkan kisah dari Fallen Kingdom, di mana kini Dinosaurus hidup bebas dan mulai mengancam wilayah manusia. Kisah pun bergerak ke bencana pangan akibat belalang mutasi yang diambil dari gen dinosaurus. Belalang ini diperkirakan bakal cepat membawa umat manusia ke bencana kemiskinan dan kelaparan besar di seluruh dunia. Ellie Satler (Dern) yang mengamati fenomena ini menganggap perusahaan Biosyn sengaja menyebarkan belalang ini untuk mendominasi pangan dunia dengan benih unggulan milik mereka. Malcolm (Goldblum) yang kini bekerja untuk Biosyn mengundang dua sobat lamanya Ellie dan Ian Grant (Sam Neill) untuk secara diam-diam mengambil sampel belalang tersebut. Sementara Biosyn juga mengincar Maisie Lockwood yang kini diadopsi oleh Claire (Howard) dan Owen (Pratt). Maisie dikisahkan memiliki genetik unggulan yang dikembangkan ibunya untuk bisa mengatasi banyak penyakit kronis. Maisie pun berhasil diculik dan dibawa ke Biosyn.
Kombinasi dua plot utama pada kisahnya memang membuat plotnya menarik dan berbeda dari seri sebelumnya. Sisi nostalgia banyak dibangun dari sosok Ellie, Alan, dan Malcom melalui pengalaman mereka di JP serta pembawaan karakter masing-masingnya yang unik. Selipan komedi justru lebih banyak dibangun dari tiga sosok ini ketimbang sosok Owen dan Claire yang tampil serius. Sisi drama (baca: dialog) juga kini lebih dominan tinimbang aksinya. Elemen plot dari JP juga digunakan dalam segmen klimaksnya, pelarian dari Biosyn. Intensitas ketegangan dibangun dengan tipikal cat-mouse dengan para dino seperti sebelumnya. Hanya saja, patut dicatat satu segmen aksi pengejaran ala Mission Impossible di Malta memang disajikan mengesankan dan memicu adrenalin kita.
Jurrasic World Dominion menutup triloginya melalui tipikal aksi dan plot serinya dengan tambahan sisi nostalgia dari seri aslinya. Setidaknya dari sisi cerita, JWD adalah sebuah peningkatan dari dua seri sebelumnya. JWD mencoba mencari solusi bijak dari kisahnya yang memang sudah mentok. Seperti kata Ian Malcolm di Jurrasic Park, “Life finds a way”. Jika film ini masih sukses besar, tentu studio tidak akan menutup begitu saja franchise raksasa ini. Saya pikir, seri ini masih punya potensi melalui perspektif cerita yang berbeda, tidak hanya sekadar aksi main petak umpet dengan para predator ini. Harus diakui pula, untuk tema besar, “Playing God”, franchise ini masih salah satu yang terbaik dalam sejarah medium film melalui pencapaian visualnya.