Tren hiu rupanya masih berlanjut! Kali ini, Shark Bait film thriller serangan hiu arahan James Nunn (bukan Gunn). Film ini dibintangi Holly Earl, Jack Trueman, Catherine Hannay, serta Malachi Pullar Latchman. Seperti lazimnya film serangan hiu yang hanya formalitas tanpa kualitas, apakah kali ini Shark Bait masih punya tren yang sama?

Nat (Earl) bersama rekan-rekannya berlibur di satu wilayah Eropa. Setelah berpesta semalam suntuk, pagi harinya mereka mencuri dua buah jet ski dan melaju ke perairan lepas. Dalam satu permainan bodoh, dua jet ski tersebut bertubrukan yang menyebabkan satu rekan mereka patah kaki (semua ada di trailer yang tak lagi menyisakan pertanyaan). Mereka berlima hanya mengandalkan satu buah jetski yang itu pun dalam kondisi rusak. Belum selesai masalah, seekor hiu putih besar mengintai mereka.

Sulit untuk memberi komentar soal plotnya yang memang sudah tampak konyol sejak awal. Tokohnya adalah sekelompok pemuda-pemudi ugal-ugalan yang hanya tahu bersenang-senang tanpa melihat konsekuensi. Kecuali mungkin, Nat, tapi faktanya ia pun juga ikut bersenang-senang. Latar para pemuda-pemudi yang lemah lantas menjadikan sang hiu menjadi protagonis favorit kita. Ayo ayo, bunuh orang-orang bodoh itu segera! Semoga penderitaan (menonton) segera berakhir. Tak ada satu pun, penggalan plot atau cerita, terlebih sisi estetik yang membuat kita bisa enjoy. Kepuasan batin hanyalah para karakter mendapat resiko yang setimpal dengan perbuatan mereka.

Shark Bait, sebuah thriller gagal dan tak bernalar, di mana lebih menyenangkan menanti sang hiu menyantap korbannya ketimbang aksi bertahan hidup. Tren serangan hiu yang selalu eksis tiap tahunnya adalah satu hal bagus untuk genrenya. Hanya sayangnya tidak banyak film subgenre ini yang berkualitas. Tidak fair jika membandingkan dengan film ikonik hiu, Jaws (1975), sementara Deep Blue Sea, Open Water, The Shallows, hingga The Meg masih layak untuk ditonton ulang. Setidaknya, untuk tontonan sambil lalu para penikmat thriller, Shark Bait bisa dicoba. Satu film serangan hiu berkualitas masih kita nantikan entah kapan.

Baca Juga  Role Play

 

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
20 %
Artikel SebelumnyaPertaruhan: The Series
Artikel BerikutnyaThe Gray Man
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.