Lima tahun berlalu usai rilis Pertaruhan (2017), dibuatlah sekuelnya dalam bentuk series berjudul sama. Pertaruhan: The Series telah memungkasi ceritanya (untuk saat ini) dengan episode ke delapannya yang telah rilis beberapa hari lalu. Melalui arahan Sidharta Tata dan melibatkan sedikitnya delapan penulis, film produksi Screenplay Films ini telah rilis (eksklusif) di platform streaming Vidio. Para “jagoan” yang mengisi peran ialah nama-nama dari filmnya, Jefri Nichol, Giulio Parengkuan, Adipati Dolken, Widika Sidmore, serta kehadiran baru dari Clara Bernadeth, Abdurrahman Arif, dan Kiki Narendra. Usai Pertaruhan (2017) ditutup dengan situasi cerita yang tidak nyaman, bagaimana dengan series ini?

Pascakeluar dari penjara, Elzan (Nichol) tak menjalani kehidupan yang mudah. Ia mesti mengikuti tarung gelap secara rutin agar bisa mendapat penghasilan. Sedangkan Ical (Giulio) hilang dari radar Elzan dan Jamila (Widika), istri kakak pertamanya. Pertemuan mereka pun tidak berakhir mulus. Hari-hari Elzan, Jamila, dan putrinya serba kesulitan. Hutang di mana-mana, kebutuhan sekolah putri Jamila, serta kondisi rumah. Mereka lantas bertemu Ara (Clara) dan Rio (Arif). Namun yang terparah, mereka semua berurusan dengan Toni. Sesosok rentenir atau lintah darat yang tak pernah mau melepaskan sasarannya.

Tata mengarahkan dua episode awal series ini dengan amat seru. Episode 1 dan 2 bergulir dengan tanpa beban yang berarti bagi sang protagonis dan setiap tokoh penting yang terlibat dengannya. Belum banyak tuntutan untuk menghadirkan elemen-elemen lain di luar laga perkelahian jalanan yang harus Pertaruhan tampilkan. Di samping Pertaruhan juga ingin tetap mempertahankan benang merah ceritanya agar tak keluar dari koridor judulnya. Bahwa menang atau kalah, sebuah pertaruhan pasti mendatangkan risiko dan konsekuensi berantai. Baik cepat, atau lambat. Series ini tampak jelas mempertahankan ini hingga episode terakhirnya.

Series ini memang seru dan menyenangkan untuk diikuti setiap episodenya. Namun itu karena faktor laganya semata. Barangkali beberapa segmen komedi turut membantu. Sementara elemen lain yang menjembatani setiap aksi pertarungan, yakni drama, tak banyak berperan. Hanya dalam episode 5, 6, dan 7 saja, aspek drama begitu efektif dan signifikan dalam menarik perhatian penonton. Tanpa momentum yang hanya beberapa ini, Pertaruhan bakal sekadar serial perkelahian belaka. Termasuk selipan-selipan unsur misteri yang cukup mengundang antusias hingga saat tiba momen pembongkarannya.

Baca Juga  Night Teeth

Para pemain dan “jagoan” kelahi dalam Petaruhan pun mengisi peran-peran mereka dengan baik. Tidak ada satu pun yang tidak bermasalah atau berulah, kecuali para perempuan yang mendampingi jagoan mereka. Jelas series ini membutuhkan tenaga ekstra untuk tata riasnya. Hampir dalam setiap episodenya butuh efek darah dan luka-luka. Kerja bagus untuk para perias dalam memenuhi kebutuhan dasar bagi sebuah tayangan laga perkelahian semacam ini. Aspek-aspek lain pun menempati peran masing-masing. Penyuntingan, cahaya, dan terutama kamera. Sebab karya laga punya tantangan yang amat besar pada aspek visualnya. Pengambilan gambar yang kurang cermat dapat mengakibatkan adegan-adegan aksinya gagal dinikmati. Lihat saja yang terjadi pada Satria Dewa: Gatotkaca.

Pertaruhan boleh jadi salah satu series dalam negeri dengan paket genre yang terbilang hampir lengkap. Mulai dari tentu saja laga dan komedi, disusul drama keluarga, kriminal, dan misteri sebagai pendukung dan penguat cerita. Sulit menjumpai serial laga dengan elemen yang bisa dikatakan solid semacam Pertaruhan. Meski kadang, perkelahian tak perlu yang kerap muncul dalam dua episode awal cukup memaksa.

Karya-karya laga, baik film maupun series kerap kali dapat dibaca dengan mudah pada segmen-segmen menjelang akhir cerita. Jagoan mendatangi sarang musuh, lalu musuh menyiapkan pasukan. Jagoan melawan mereka sendirian, lalu mendapat bantuan dari seseorang. Seperti itulah Pertaruhan. Klimaks yang selalu mengambil lokasi di tempat sepi, atau bangunan terbengkalai dan tertinggal. Sejak serial ini memasuki episode terakhirnya, bagaimana klimaks akan berjalan sudah dapat terbaca. Namun Pertaruhan pun bertaruh pada pengolahan dan pengemasan ceritanya. Tak ingin sekadar menjadi tayangan perkelahian semata, series ini sebisa mungkin memasukkan misteri ke dalamnya.

Series menjadi amat populer dua tahun ke belakang, dan Pertaruhan: The Series merupakan salah satu yang terbaik di ranah dan genrenya. Meski punya sejumlah kelemahan dan beberapa kali mudah ditebak. Namun sajian laga bercampur komedi, drama, misteri, dan kriminal yang mumpuni mengurangi ketidakpuasan terhadap itu. Terlebih, ada banyak otak dilibatkan dalam menggarap skenarionya. Setidaknya, hasil garapan series ini lebih baik ketimbang filmnya.

PENILAIAN KAMI
Overall
80 %
Artikel SebelumnyaDecision to Leave
Artikel BerikutnyaShark Bait
Miftachul Arifin lahir di Kediri pada 9 November 1996. Pernah aktif mengikuti organisasi tingkat institut, yaitu Lembaga Pers Mahasiswa Pressisi (2015-2021) di Institut Seni Indonesia Yogyakarta, juga turut andil menjadi salah satu penulis dan editor dalam media cetak Majalah Art Effect, Buletin Kontemporer, dan Zine K-Louder, serta media daring lpmpressisi.com. Pernah pula menjadi kontributor terpilih kategori cerpen lomba Sayembara Goresan Pena oleh Jendela Sastra Indonesia (2017), Juara Harapan 1 lomba Kepenulisan Cerita Pendek oleh Ikatan Penulis Mahasiswa Al Khoziny (2018), Penulis Terpilih lomba Cipta Puisi 2018 Tingkat Nasional oleh Sualla Media (2018), dan menjadi Juara Utama lomba Short Story And Photography Contest oleh Kamadhis UGM (2018). Memiliki buku novel bergenre fantasi dengan judul Mansheviora: Semesta Alterna􀆟f yang diterbitkan secara selfpublishing. Selain itu, juga menjadi salah seorang penulis top tier dalam situs web populer bertema umum serta teknologi, yakni selasar.com dan lockhartlondon.com, yang telah berjalan selama lebih-kurang satu tahun (2020-2021). Latar belakangnya dari bidang film dan minatnya dalam bidang kepenulisan, menjadi motivasi dan alasannya untuk bergabung dengan Komunitas Film Montase sejak tahun 2019. Semenjak menjadi bagian Komunitas Film Montase, telah aktif menulis hingga puluhan ulasan Film Indonesia dalam situs web montasefilm.com. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Agustinus Dwi Nugroho.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.