Hoffnungsschimmer (2006)
N/A|Documentary|21 Mar 2006
Rating: Metascore: N/A
N/A

The Dark and the Wicked adalah film horor independen garapan Bryan Bertino. Film ini juga dimainkan beberapa nama asing di dunia film, yakni Marlin Ireland, Michael Abbot Jr. serta Xender Barkeley. Film horor dengan kisah sejenis sudah sering kita jumpai, apakah film ini mampu menawarkan sesuatu yang berbeda?

Ketika sang ayah sakit keras, Louise dan Michael datang menjenguk kedua orang tuanya di daerah peternakan terpencil yang juga merupakan rumah masa kecil mereka. Dalam perkembangan, mereka mendapati sang ibu berpolah aneh dan merasa ada sesuatu yang membuatnya begitu ketakutan. Tragedi pun terjadi, Louise dan Michael akhirnya menyadari ada sesuatu kekuatan jahat di rumah mereka yang meneror orang tua mereka.

Dari sisi cerita memang sudah tak banyak hal baru dan nyatanya tak banyak kejutan. Ending kisahnya pun terasa menggantung dan banyak hal masih menjadi misteri. Apa sebenarnya motif sang entiti untuk menghantui keluarga tersebut? Lazimnya, horor sejenis memilih untuk mempertegas motif dengan kemunculan iblis, merasuki tubuh, atau semacam itu. Film ini memiliki motif berbeda terkait tema kisahnya tentang hubungan orang tua dan anak. Dari sisi ini, film ini memiliki kemiripan tema dengan film horor Relic yang rilis bulan Juli lalu.

Kita potong dulu bahasan tema dengan pencapaian estetiknya yang benar-benar mengesankan. Atmosfir kelam, pemainan cahaya dan bayangan, sinematografi yang menawan hingga musik mencekam menjadi nilai lebih film ini, sekali pun trik horornya terbilang sederhana dan usang. Dengan perpaduan aspek tersebut, nuansa horor terbangun dengan sangat baik dan disajikan begitu mencekam dalam beberapa momen. Adegan mengerikan (sadis) pun tersaji secara gamblang yang sangat tak nyaman dilihat. Beberapa shot dalam adegannya harus diakui tersaji begitu terukur dan terkonsep dengan dengan sangat baik.

Baca Juga  Indiana Jones and the Dial of Destiny

The Dark and the Wicked tidak banyak menawarkan sesuatu yang segar untuk genrenya, namun tertutup oleh pencapaian estetiknya, seperti atmosfir kelam, beberapa momen horor dan tema keluarga tentang hubungan anak dan orang tua. Tak dipungkiri, tema religius bisa jadi adalah poin besarnya karena keluarga Louise dikisahkan bukanlah keluarga yang taat dan beriman. Namun, seperti halnya Relic, rasanya tema keluarga jauh lebih terasa. Sang ayah dan ibu begitu kesepian dan keseharian mereka ditinggal putra-putri mereka yang seolah sudah tak lagi memedulikan dengan kesibukan mereka. Sang iblis hanya mengambil celah masuk pada jiwa-jiwa yang kosong ini untuk membawa mereka dalam kegelapan. Satu shot-nya menggambarkan ini dengan sangat brilian.

Stay safe and Healthy!

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
80 %
Artikel SebelumnyaBikin Filem
Artikel BerikutnyaRun
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.