The Man from Toronto adalah film aksi komedi garapan Patrick Hughes yang sebelumnya menggarap The Hitman’s Bodyguard (2017) dan sekuelnya. Film ini dibintangi duo Woody Harrelson dan komedian Kevin Hart. Film berbujet USD 75 juta produksi Columbia Pictures ini mengalami beberapa kali penundaan tayang rilis teaternya sejak tahun 2020 karena pandemi. Akhirnya, film ini pun dibeli hak tayangnya oleh Netflix yang dirilis akhir Juni lalu. Dengan bujet dan dua bintang besarnya, apakah film ini setangguh film garapan sineas sebelumnya?

Teddy (Hart) adalah seorang youtuber yang gagal, namun ia masih saja gigih untuk menunjukkan pada istrinya, Lori, bahwa ia adalah suami yang bisa diandalkan. Lori yang berulang tahun diberi kejutan oleh Teddy dengan menginap di sebuah rumah kabin resor. Sementara sang istri menikmati fasilitas spa, Teddy menyiapkan segalanya di sana. Malangnya, Teddy salah masuk kabin dan tertukar identitasnya dengan satu interogator legendaris yang dijuluki The Man from Toronto (Harrelson). FBI yang menyergap lokasi tersebut segera memberi misi khusus pada Teddy untuk meneruskan perannya sebagai sang interogator. Sementara sosok “Toronto” aslinya (Harrelson) tanpa disadari mengawasi Teddy yang kini terjebak dalam peran berbahaya yang tak mampu ia tolak.

Pada babak awal, di luar dugaan, kisahnya mampu memancing rasa penasaran yang begitu intens.  Ancaman pun terasa begitu nyata. Sosok kontras antara Teddy yang tak bisa diam dan ceroboh dengan Toronto yang dingin dan cerdas, menjanjikan sesuatu yang menarik. Ekspektasi pun meningkat dalam prosesnya, namun ketika keduanya mulai berinteraksi seketika itu pula intensitas plotnya mulai menurun. Ketegangan pun hilang karena sisi humor konyol berlebihan yang menyebabkan tone filmnya menjadi tak serius. Dari sini, kisahnya mulai mudah diantisipasi. Kita tahu, tak bakal ada resiko apa pun dalam kisahnya, sebesar apapun bahayanya dan setangguh apa pun musuhnya. Melihat Teddy bergelantungan di dekorasi properti mall di ketinggian, sungguh amat melelahkan.

Baca Juga  Wrath of Becky

Kekuatan The Man from Toronto ada pada separuh awal durasi yang sisanya hanya sisi aksi dan lelucon medioker serta kisah yang mudah diantisipasi. Hart dan Harrelson sesungguhnya mampu membangun chemistry yang apik, hanya saja, leluconnya (naskah) kadang agak berlebihan. Aksinya pun tidak terlalu buruk dan kombinasi humor di sela-selanya seringkali memberi lawakan yang menghibur. Ya hanya ini, tak lebih. Mungkin ini mengapa, Toronto tak dirilis di teater, karena tak memiliki taji yang cukup untuk bersaing dengan film-film besar yang tayang berdekatan. Dibanding The Hitman’s Bodyguard, Toronto jelas kalah level tapi tidak untuk sekuelnya.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
60 %
Artikel SebelumnyaStranger Things 4 Vol.1 & 2
Artikel BerikutnyaThor: Love and Thunder
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.