Trolls World Tour (2020)
91 min|Animation, Adventure, Comedy|10 Apr 2020
6.1Rating: 6.1 / 10 from 29,359 usersMetascore: 51
When the Queen of the Hard Rock Trolls tries to take over all the Troll kingdoms, Queen Poppy and her friends try different ways to save all the Trolls.

Trolls World Tour merupakan sekuel dari Trolls (2016) yang kini diarahkan oleh Walt Dohrn. Film berbujet USD 100 juta ini masih diisi suara oleh para pemain sebelumnya, yakni Anna Kendrick, Justin Timberlake, James Corden, serta beberapa penyanyi, seperti Rachel Bloom, Mary J. Blige, Kelly Clarkson, hingga Ozzy Osbourne. World Tour yang seharusnya tayang kemarin di teater, harus mengubah rilisnya secara online akibat wabah Covid-19.

Setelah berdamai dengan kaum Bergen, para troll kini hidup damai dan bahagia, berdansa dan menari setiap waktu dibawah pimpinan ratu mereka, Poppy (Kendrick). Hingga suatu ketika, Poppy mendapat undangan klan trolls dari negeri seberang. Mereka baru menyadari bahwa troll ternyata memiliki 6 klan besar yang didasarkan jenis musik mereka, yakni rock, klasik, funk, techno, country, dan tentunya pop yang dipimpin Poppy. Ratu klan rock, Barb yang ambisius, berusaha untuk menguasai semua klan sehingga music rock bisa menjadi penguasa dunia troll. Poppy, Branch, dan rekan-rekannya berusaha menghalangi niat jahat tersebut.

Di mana kaum raksasa Bergen? Kisahnya, kini memang tak lagi menyinggung mereka dan hanya fokus di dunia troll. Jika melihat kontinuitas cerita, memang agak sedikit janggal karena peta wilayah troll menunjukkan tidak ada kaum lain di sana. Oke, ini memang agak aneh tapi inti kisahnya yang ingin disampaikan memang cukup istimewa. Plotnya yang ringan bergerak mengikuti perjalanan Poppy dan Branch dari satu wilayah troll ke wilayah lainnya hingga bertemu dengan belasan karakter baru di tengah perjalanan. Tak ada rasa bosan karena tiap segmen diisi belasan nomor lagu yang enak untuk dinikmati.

Baca Juga  Becky

Seperti sebelumnya, musik dan lagu adalah kekuatan terbesar filmnya. Kini, dalam World Tour, musiknya lebih beragam, tentu karena banyak jenis musik yang ditampilkan, yakni rock, jaz, techno, country, funk, acapela, hip-hop, klasik, bahkan hingga K-Pop. Rasanya belum pernah, satu film yang menyajikan beragam jenis aliran musik seperti ini. Penonton awam yang tidak berkecimpung di dunia musik, bisa belajar banyak soal musik, setidaknya bisa membedakan jenis aliran satu dengan lainnya. Segmen musikal klimaksnya mampu disajikan dengan sangat mengesankan dan menyentuh. Walau memang lebih variatif, namun unsur musik dan lagu dalam film pertamanya masih terasa sedikit lebih baik.

Seperti sebelumnya, Trolls World Tour, penuh warna dan ceria, belasan karakter baru dengan lusinan lagu-lagu empuk di telinga dari banyak aliran musik, serta mampu mengemas pesan keberagaman dengan cara yang brilian. Klan musik hanyalah digunakan sebagai tempelan untuk menyampaikan pesannya tentang harmoni antar semua ras. Trolls World Tour adalah tontonan ideal bagi keluarga di masa-masa seperti sekarang yang memang membutuhkan tidak hanya hiburan, namun juga ide tentang persaudaraan dan saling bekerjasama untuk menghadapi masa sulit. Saksikan trailer-nya yang keren di bawah ini dengan beberapa segmen yang tidak ada dalam filmnya.

Stay Safe and Healthy!

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
70 %
Artikel SebelumnyaMy Spy
Artikel BerikutnyaThe Last Full Measures
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.