Shiri (1999)
125 min|Action, Thriller|13 Feb 1999
6.5Rating: 6.5 / 10 from 8,433 usersMetascore: 50
South Korean agents Ryu and Lee are tracking a female assassin from North Korea who has mysteriously disappeared. With new killings and the theft of a deadly bomb, time is running out to catch her.

Shiri (Swiri/1999) merupakan aksi thriller arahan sineas Kang Je-gyu. Film ini pada masa rilisnya merupakan film terlaris di Korea Selatan yang memecahkan rekor box-office film terlaris sepanjang masa, Titanic (1997). Film ini juga pada masanya merupakan film termahal dengan bujet produksi sebesar $8,5 juta yang sebagian disponsori perusahaan elektronik raksasa Korea, Samsung.

Dua agen terbaik Korsel, Yu Jung-won (Han Suk Kyu) dan Lee Jang-gil (Song Kang-ho) mendapat tugas menguak kasus terbunuhnya beberapa pejabat penting negara dalam satu dekade terakhir. Jung-won dan Jang-gil menduga pelaku dibalik semua ini adalah Lee Bang-hee, seorang wanita penembak jitu yang juga anggota tim militer elit Korut pimpinan Park Mu-young (Choi Min-sik). Di sisi lain, Jung-won bertunangan dengan seorang wanita muda, Yi Myung-hyun (Kim Yoon-jin), pemilik toko penjual ikan dan akuarium yang dalam waktu dekat akan ia nikahi. Masalah semakin serius ketika Mu-young dan timnya berhasil merampas CTX, sebuah bahan peledak berkekuatan tinggi yang dikembangkan pemerintah Korsel. Jung-won dan Jang-gil menduga ada penyusup diantara mereka dan merancang sebuah perangkap. Dalam sebuah baku tembak, Mu-young dapat lolos namun Jung-won berhasil membuntuti seorang wanita yang diduga adalah Bang-hee. Alangkah terkejutnya Jung-won, mengetahui wanita tersebut ternyata adalah Myung-Hun.

Walau terlihat rumit namun sebenarnya plot filmnya sangat sederhana, bahkan terlalu ringan untuk film jenis ini. Sejak awal penonton rasanya tak sulit menduga jika Bang-hee adalah Myung-hun. Plot filmnya sendiri sebenarnya memiliki potensi namun ada beberapa hal yang mengganjal. Layaknya film-film aksi Hongkong, logika sering kali dikesampingkan untuk memaksakan aksi. Masak sih anggota polisi begitu banyaknya tak mampu melumpuhkan Mu-young dan dua rekannya ketika dijebak di gedung opera? Jika CTX adalah senjata mutakhir yang maha-hebat (ibarat bom atom), aneh sekali, jika dalam pengiriman hanya dikawal satu kompi pasukan. Sedikit saja cairan CTX dikisahkan mampu menghancurkan apapun dalam radius satu kilometer. Dalam sekuen klimaks, apa sebenarnya fungsi keberadaan Myung-hun di stadion jika memang bom tersebut nantinya meledak. Bukankah seluruh stadion akan hancur?

Baca Juga  The Swordsman

Adegan aksinya sendiri banyak memiliki kemiripan dengan film-film aksi Hongkong yang cepat. Namun dalam beberapa sekuen, seperti ketika Mu-young dijebak di gedung opera, gerakan kamera serta transisi gambar tampak sangat kasar sepanjang sekuennya. Dalam sekuen klimaks patut diacungi jempol bagaimana sineas mampu memanfaatkan setting (stadion), ribuan figuran (penonton), serta teknik editing sehingga sekuen dalam filmnya tampak seperti benar-benar terjadi pada saat event besar tersebut dilangsungkan. Cuplikan rekaman pertandingan sepakbola serta ribuan penonton sangat membantu menghidupkan sekuen ini. Dalam satu shot jika Anda cermat tampak lapangan kosong sama sekali padahal pertandingan bola tengah berlangsung.

Ketegangan antara Korsel dan Korut telah berlangsung sejak lama dan bahkan hingga kini. Film ini mencoba untuk melihat dari dua sisi yang berbeda walau porsinya sedikit tak imbang. Kata Shiri sendiri mengacu pada satu jenis ikan yang hidup di sungai-sungai wilayah Korea baik wilayah Utara maupun Selatan. Jung-won dan Mung-hyun sekalipun berbeda namun mereka saling mencintai dan akhirnya ideologi pula yang memisahkan mereka. Film ini mencoba menggugah semangat kebersamaan dan persatuan antara kubu Utara dan Selatan yang selama beberapa dekade terakhir banyak merugikan kedua belah pihak.

WATCH TRAILER

Artikel SebelumnyaThe Host, Film Monster Unik Bernuansa Politis
Artikel BerikutnyaSejarah Sinema Korea
Hobinya menonton film sejak kecil dan mendalami teori dan sejarah film secara otodidak setelah lulus dari studi arsitektur. Ia mulai menulis artikel dan mengulas film sejak tahun 2006. Karena pengalamannya, penulis ditarik menjadi staf pengajar di Akademi Televisi dan Film swasta di Yogyakarta untuk mengajar Sejarah Film, Pengantar Seni Film, dan Teori Film sejak tahun 2003 hingga tahun 2019. Buku film debutnya adalah Memahami Film (2008) yang memilah seni film sebagai naratif dan sinematik. Buku edisi kedua Memahami Film terbit pada tahun 2018. Buku ini menjadi referensi favorit bagi para akademisi film dan komunikasi di seluruh Indonesia. Ia juga terlibat dalam penulisan Buku Kompilasi Buletin Film Montase Vol. 1-3 serta 30 Film Indonesia Terlaris 2012-2018. Ia juga menulis Buku Film Horor: Dari Caligari ke Hereditary (2023) serta Film Horor Indonesia: Bangkit Dari Kubur (2023). Hingga kini, ia masih menulis ulasan film-film terbaru di montasefilm.com dan terlibat dalam semua produksi film di Komunitas Film Montase. Film- film pendek arahannya banyak mendapat apresiasi tinggi di banyak festival, baik lokal maupun internasional. Baru lalu, tulisannya masuk dalam shortlist (15 besar) Kritik Film Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2022. Sejak tahun 2022 hingga kini, ia juga menjadi pengajar praktisi untuk Mata Kuliah Kritik Film dan Teori Film di Institut Seni Indonesia Yogyakarta dalam Program Praktisi Mandiri.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.