The Big Short (2015)

130 min|Biography, Comedy, Drama|23 Dec 2015
7.8Rating: 7.8 / 10 from 490,742 usersMetascore: 81
In 2006-2007 a group of investors bet against the United States mortgage market. In their research, they discover how flawed and corrupt the market is.

The Big Short mengambil kisah dari buku berjudul sama yang menggambarkan bagaimana krisis finansial di AS tahun 2007-2008 bermula. Kisahnya dibagi menjadi 3 segmen cerita yang dituturkan secara bergantian. Pemerhati dan manajer finansial Michael Burry (Christian Bale) memprediksi bahwa perekonomian AS akan kolaps beberapa tahun mendatang akibat macetnya kredit di pasar properti dan ia mencoba mencari celah keuntungan dari situasi ini. Pialang, Jarred Vennet (Ryan Gosling) berhasil meyakinkan Mark Baum (Setve Carell) dan rekan-rekannya, untuk berinvestasi mengikuti jejak Burry. Hal yang sama dilakukan dua investor muda, Charlie dan Jamie, dengan bantuan bankir senior, Ben Rickert (Brad Pitt).

Boleh jadi awal kisah film bakal membuat bingung penonton awam terlebih yang sama sekali  tidak mengenal istilah perbankan dan pasar modal. Kita tidak tahu persis apa yang sebenarnya terjadi dan bahkan apa yang mereka bincangkan. Cerita mulai jelas ketika masuk babak kedua dan sekalipun masih membuat kita mengernyitkan dahi sepanjang waktu namun secara umum kita tahu apa yang terjadi. Apa yang mereka lakukan intinya adalah berjudi dengan teori, asumsi, dan angka statistik, dan kita tahu persis bahwa kelak mereka benar. Film ini mencoba memaparkan dengan sederhana melalui teknik-teknik yang bervariasi untuk menjelaskan sebuah istilah atau situasi, melalui narator tokoh, Vennet, lalu tokoh yang berbicara langsung pada penonton, penjelasan dengan teks, hingga pengadeganan unik yang dibuat untuk penonton. Ini salah satu yang membuat filmnya amat unik.

Jarang sekali kita melihat sebuah film yang berani menembus tembok keempat (the fouth wall) seperti di film ini, yakni tokoh dalam cerita berbicara langsung ke arah kamera (penonton). Dalam film ini teknik ini seringkali digunakan untuk menjelaskan istilah atau situasi yang tengah terjadi tidak hanya satu karakter (Vennet) namun banyak. Uniknya lagi untuk menjelaskan sebuah istilah, terkadang film ini juga menggunakan pengadeganan sederhana agar bisa menjelaskan secara lebih gamblang pada penonton. Contohnya bagaimana film ini menjelaskan istilah “CDO” melalui koki restoran top yang mengumpamakan CDO dengan daging-daging sisa potongan yang seharusnya dibuang namun diolah lagi menjadi menu baru. Tidak tanggung-tanggung hanya untuk pengadeganan macam ini, film ini menggunakan bintang-bintang top macam Margot Robbie dan Selena Gomez yang berperan sebagai diri mereka sendiri.

Baca Juga  Cars 3

Tidak cukup menembus tembok keempat, satu keistimewaan film ini jelas ada pada teknik editing. Film ini dengan enaknya menggunakan insert-insert gambar berupa footage yang seringkali tidak berhubungan langsung dengan cerita (nondiegetic insert) dan nyaris sepanjang film teknik ini digunakan. Bisa jadi memang tidak ada motif simbolik atau semacamnya namun teknik ini semata kadang hanya menjelaskan konsep ruang (lokasi) serta konteks spasial, apa yang tengah terjadi diluar sana di saat yang bersamaan dengan cerita filmnya. Teknik editingnya nyaris menendang semua aturan baku (editing kontinuiti) yang ada. Rangkaian gambar seringkali tidak “nyambung” satu sama lain dan seenaknya bisa berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain. Kombinasi teknik ini jelas sesuatu yang baru dan mampu dengan baik menyatu dengan plotnya. Bisa jadi kekacauan editing ini menjadi simbol kekacauan finansial AS. No one knows.

Satu lagi aspek yang dominan jelas adalah akting pemainnya. Baik Bale, Gosling, Carrel, serta Pitt, serta beberapa aktor lainnya bermain amat prima dan pas dengan perannya. Bale, Gosling, dan Carrel adalah yang paling menonjol karena peran mereka relatif lebih dominan dan kuat karakternya. Kekuatan akting mereka ini seolah tertutup oleh rumitnya cerita serta teknik editing cepat yang demikian dinamis sehingga mampu mengalihkan perhatian dan fokus kita.

Dengan segala kompleksitas ceritanya, The Big Short mampu memberikan paparan secara lugas terjadinya krisis finansial tahun 2007-2008 di AS yang dikemas amat unik melalui teknik editing menawan serta penampilan luar biasa para kastingnya. Bisa jadi kalangan perbankan dan ekonomi akan memahami film ini lebih mudah sementara orang awam butuh beberapa kali menonton untuk bisa mengerti film ini secara utuh namun secara umum The Big Short telah memberikan gambaran jelas apa yang terjadi di balik semuanya. The Big Short adalah satu bentuk brilyan bagaimana film bisa menjadi medium yang kuat untuk bisa menjadi kritik bagi lemahnya sistem perbankan di AS hingga mampu mengguncang perekonomian global. Film ini amat pantas menjadi salah satu kandidat kuat peraih film terbaik dan editing terbaik di ajang Academy Awards tahun ini.

Watch Video Trailer

PENILAIAN KAMI
Overall
90 %
Artikel SebelumnyaOur Little Sister
Artikel BerikutnyaTausiyah Cinta
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.