The Midnight Sky adalah film bencana-fiksi ilmiah yang dirilis Netlix untuk mengisi liburan akhir tahun ini. Film arahan aktor senior George Clooney ini juga dibintangi sendiri olehnya, bersama nama-nama populer, yakni Felicity Jones, David Oleyowo, Kyle Chandler, dan Demian Bilchir. Film berbujet USD 100 juta ini diadaptasi dari novel Godmorning, Midnight karya Lily Brook-Dalton. Midnight Sky mencoba mengeksplorasi genre bencana dengan sedikit berbeda dari kelaziman genrenya.

Pada Februari 2049, sebuah bencana global melanda bumi dan memusnahkan nyaris seluruh umat manusia. Semua warga bumi di evakuasi ke lokasi yang aman, namun seorang ilmuwan tua, Augustine (Clooney) menolak untuk ikut dan tetap tinggal di sebuah observatorium di Artik. Masalah muncul ketika satu pesawat luar angkasa, Ether, kembali menuju ke bumi setelah sukses dengan misinya mencari habitat baru di orbit Planet Jupiter. Augustine berupaya menjalin komunikasi dengan pesawat angkasa tersebut untuk menyuruh mereka kembali berbalik arah, namun antena di stasiunnya tidak memadai. Di momen yang sama, Augustine mendapati seorang bocah perempuan cilik di stasiunnya tertinggal dari rombongan evakuasi sebelumnya. Bersama sang bocah, ia pun pergi menuju ke stasiun cuaca berfasilitas lebih komplet yang berjarak cukup jauh.

Tidak seperti film bencana umumnya yang menampilkan secara visual segmen bencananya, The Midnight Sky mengambil sudut penceritaan yang berbeda. Bencana besar sudah terjadi 3 minggu lalu, begitu penjelasan teks di pembuka film. Kita pun tidak mengetahui seberapa besar skala bencana tersebut? Mengapa Augustine masih bisa tetap hidup? Berapa banyak umat manusia yang tersisa, ataukah Augustine adalah manusia terakhir di bumi? Kita tidak tahu ini semua secara pasti. Plot kisahnya memang tidak mengarah ke sini. Kisah filmnya justru secara bergantian menyajikan situasi awak kapal Ether dan usaha Augustine di bawah sana untuk berkomunikasi dengan mereka. Sederhana saja. Kejutan di akhir cerita, rasanya bukan kejutan lagi bagi penikmat film yang jeli. No surprise.

The Midnight Sky mengambil perspektif berbeda dari kelaziman genrenya, namun tidak untuk alur kisah dan pesannya. Untuk bujet produksi sebesar ini, wajar saja jika desain produksi dan pencapaian visualnya begitu megah dan mewah. Kastingnya pun jelas terlalu mapan untuk kisah sejenis ini. Film ini secara sederhana sebenarnya bicara tentang eksistensi kebahagiaan. Di hadapan bencana besar, seperti halnya pandemi global yang kita alami sekarang, segala sesuatu yang hilang dan berarti bagi kita, baru mulai kita pertanyakan dan renungkan.

Baca Juga  Mamma Mia! Here We Go Again

Stay safe and Healthy!

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
60 %
Artikel SebelumnyaThe Nest
Artikel BerikutnyaSoul
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.