Untuk memburu sang pembunuh, seorang detektif harus menyamar dan berkawan dengannya untuk mendapatkan pengakuan. Satu premis langka yang diinspirasi dari sebuah kisah nyata pembunuhan yang terjadi di Queensland, Australia. The Stranger adalah film garapan Thomas Wright, yang dibintangi dua pemain senior, Joel Edgerton dan Sean Harris. Film ini baru saja dirilis oleh platform Netflix minggu lalu.

“This is the largest missing person in the history of our state”

Seorang polisi bernama samaran Mark Frame (Edgerton) menjalin hubungan dengan seorang yang diduga pembunuh bernama Henry Teague (Sean Harris). Tim polisi membuat skenario untuk bisa menggiring Henry agar mengakui perbuatannya yang dilakukan 8 tahun lalu. Langkah awal, Mark membawa Henry ke sebuah “jaringan” kriminal besar dengan tokoh-tokoh kelas kakap yang mengharuskan anggotanya bebas dari catatan polisi. Satu usaha yang terencana matang, namun rupanya tidak semulus yang dibayangkan.

Dengan tempo lambat dan plot yang tumpang tindih, kisahnya berjalan pelan tapi pasti. Satu hal yang membuat plotnya terlihat kompleks adalah karena satu segmen investigasinya adalah kilas balik. Namun, tak butuh waktu lama untuk kita mampu mengantisipasi arah kisahnya. Film ini ibarat seri Mission Impossible (M:I) yang membuat satu skenario besar untuk menjebak para kriminal. Hanya saja, ini adalah kisah nyata, dan ternyata segalanya tidak semulus cerita fiksi. Jika kamu cukup sabar, kamu bisa menikmati plotnya, walau intensitas dramatiknya terhitung datar, tidak ada ledakan plot yang berarti. Sang sineas juga mencoba mengecoh perhatian penonton ke putra Mark yang mendapat porsi lumayan, seolah bakal disisakan untuk satu ending mengejutkan. Sebuah usaha pengalihan cerita yang terbilang lumayan.

The Stranger memiliki premis menjanjikan tanpa kisah dan urgensi yang menggigit, kecuali dua bintang utamanya yang bermain gemilang. Edgerton bermain mengesankan sebagai sang polisi yang lelah secara fisik dan mental. Relasinya dengan Henry membuat emosi dan psikisnya amat terganggu, terlebih ketika bersama putranya. Kegelisahannya terlihat kuat melalui ekspresinya nyaris sepanjang film. Lalu, Sean Harris (yang kebetulan pernah bermain sebagai antagonis di seri M:I) pun bermain apik, walau ekspektasi terhadap sosok ini begitu tinggi, namun ia bukanlah Hannibal Lecter yang cerdas dan brutal. Sosok “psikopat” Henry hanyalah sebatas “kesan” semata tanpa mampu membekas di akhir cerita. The Stranger adalah sebuah tontonan untuk fans genrenya yang rasanya sulit untuk menghibur penonton awam.

Baca Juga  The Fate of the Furious

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
70 %
Artikel SebelumnyaCrimes of the Future, Eksplorasi Tubuh dan Masa Depan
Artikel BerikutnyaDon’t Worry Darling
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.