The Swimmers (2022)
134 min|Biography, Drama, Sport|23 Nov 2022
7.4Rating: 7.4 / 10 from 36,529 usersMetascore: 62
From war-torn Syria to the 2016 Rio Olympics, two young sisters embark on a harrowing journey as refugees, putting both their hearts and champion swimming skills to heroic use.

Tak banyak film olahraga yang bicara soal atlit renang terlebih sang tokoh sekaligus juga seorang pengungsi. The Swimmers adalah film biografi olahraga produksi Inggris yang diarahkan oleh Sally El-Hosaini. Film ini dibintangi oleh Nathalie Issa, Manal Issa, Ahmed Malek, dan aktor ternama Matthias Schweighöfer. Film berdurasi 134 menit ini dirilis oleh Netflix pada tanggal 23 November baru lalu. Lantas, apakah film bertema dan isu kuat ini mampu berbicara lebih?

We need to move forward

Kakak beradik Mardini, Yusra (Nathalie) dan Sara (Manal) adalah dua perenang handal dari Siria yang dilatih oleh ayah mereka sendiri. Mereka berlatih keras menuju Olimpiade mendatang di Rio, namun nasib berkata lain. Negara mereka dalam situasi perang sehingga terpaksa Sara dan Yusra harus mengungsi untuk menggapai impian mereka. Ditemani paman mereka, Nizar (Malek), akhirnya mereka berniat pergi ke Jerman. Perjalanan sebagai pengungsi tidaklah semudah yang mereka pikirkan. Bayang-bayang kematian setiap saat menghampiri yang membuat Olimpiade serasa jauh dari impian.

Satu catatan kuat film ini adalah visualisasi perjalanan para pengungsi. Walau banyak film termasuk dokumenter telah merekam hal yang sama, namun kini, dua sosok protagonisnya menjadi pembeda. Dua pemerannya (Issa Bersaudara) yang sungguhan merupakan kakak beradik membuat chemistry mereka sudah terjalin kuat dan emosional. Relasi dan kedekatan ini yang membuat kisahnya lebih terasa hidup di tengah suasana genting dan bahaya yang tak berujung. Walau arah plotnya bagi penikmat film tak sulit dibaca, namun tetap saja kisah perjalanannya terasa tak mengenakkan untuk ditonton.

Baca Juga  Magnetic Beats (Festival Sinema Prancis)

Satu kekuatan lain adalah production value-nya. Setting dan pengadeganan dalam banyak adegannya jelas sulit untuk dibuat, namun film ini mampu menyajikannya dengan meyakinkan. Dari setting tempat latihan di Siria yang ditembak bom udara, perahu karet yang membawa mereka ke perairan Yunani, perbatasan dengan penjagaan ketat, kamp para pengungsi di Berlin, hingga venue olahraga renang Olimpiade Rio. Bagaimana mereka bisa menyajikan semua itu dengan begitu meyakinkan? Banyak diantaranya bisa jadi shot on location di beberapa lokasi yang mendekati aslinya, namun venue Olimpiade Rio? How? 

The Swimmers adalah film biopic yang mengagumkan melalui kisah perjalanan pengungsi lintas negara dan production value-nya, namun bukan yang terbaik di genrenya. Bukan ingin meremehkan beberapa visualisasi pengadeganan dalam film ini, namun ancaman bahaya dalam beberapa adegannya terasa kurang menggigit, pun ketika mereka berdua harus berenang di lautan lepas. Ada sesuatu yang hilang dan masih terasa bahwa kita menonton film dan tak mampu masuk ke dalam adegannya.

Juga ending-nya, satu babak kompetisi renang disajikan (entah kualifikasi atau final), namun seolah Yusra meraih kemenangan (medali emas). Faktanya tidak. Sejatinya, cukup shot Yusra yang tengah bersiaga dan kemudian bunyi peluit saja sudah cukup membuat ending yang dramatis. Partisipasinya dalam ajang Olimpiade adalah sudah merupakan kemenangan bagi negaranya dan para pengungsi yang diwakilinya.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
75 %
Artikel SebelumnyaThe Guardian of the Galaxy Holiday Special
Artikel BerikutnyaBuñuel in the Labyrinth of the Turtles
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.