The Twilight Saga: Breaking Dawn - Part 2 (2012)
115 min|Adventure, Drama, Fantasy|16 Nov 2012
5.5Rating: 5.5 / 10 from 265,230 usersMetascore: 52
After the birth of Renesmee/Nessie, the Cullens gather other vampire clans in order to protect the child from a false allegation that puts the family in front of the Volturi.

The Twilight Saga adalah sebuah fenomena dalam industri film yang selalu ditunggu khususnya pada penggemar setianya yang kebanyakan remaja. Setelah seri ini berjalan sekian lama akhirnya tuntas juga melalui film ini. Kisahnya melanjutkan Breaking Dawn Part 1, kini Bella yang telah menjadi vampir menikmati peran barunya ini, seolah ia terlahir menjadi vampir. Renesmee, putri Bella dan Edward memiliki pertumbuhan fisik yang luar biasa cepat akibat bersatunya gen vampir dan manusia.  Jacob yang merupakan soulmate Renesmee, tak pernah jauh-jauh darinya. Masalah mulai muncul ketika, Alice mendapatkan pertanda jika Volturi datang dan ingin membunuh Renesmee karena dianggap melanggar hukum mereka.

Sepertiga cerita, alur kisahnya berjalan lambat seperti film-film sebelumnya namun begitu isu Volturi muncul mendadak tempo kisahnya berjalan cepat. Secara umum kisahnya tidak berbeda dengan sebelumnya, ringan dan tidak terlalu sulit diantisipasi. Berbeda dengan sebelumnya adalah kali ini peristiwa demi peristiwa berjalan dengan sangat cepat tanpa ada unsur drama yang berarti. Masalah selain isu Volturi seolah hanya tempelan, contohnya saja hubungan Bella dengan ayahnya. Lalu kejutan kecil dalam klimaks cerita justru menguntungkan bagi para penonton yang belum membaca novelnya. Alur kisah yang cepat dan dinamis ditambah belasan karakter baru mampu membuat film ini jauh lebih menarik dari film-film sebelumnya. Sekalipun demikian tetap saja tidak mampu mengangkat dialog-dialognya yang amat buruk dan dangkal, sama seperti kelemahan seri-seri sebelumnya. Kita bahkan bisa menduga apa yang akan dibincangkan sebelum dialog dimulai. It’s so frustrating..

Baca Juga  Never Let Go

Bujet produksi yang lebih dari $120 juta ternyata sama sekali tidak berpengaruh pada aspek rekayasa digital (CGI) yang kelasnya hanya medioker. It’s no big deal. Bedanya dengan aksi-aksi sebelumnya kali ini unsur kekerasan diperlihatkan secara eksplisit. Entah berapa kepala vampir yang ditarik hingga putus dalam aksi perkelahian brutal di klimaks cerita. Again.. it’s no big deal. Para fans (kebanyakan remaja wanita) sepertinya menikmati ini semua. Yes.. Para fans setianya yang sepertinya menikmati ini semua. Penonton seperti saya hanya bisa kebingungan dengan semua yang terjadi, mengapa masalah yang sebenarnya bukan masalah bisa menjadi masalah besar? Para vampir (versi Meyer) sepertinya memiliki masalah komunikasi. Satu pertanyaan kecil.. bagaimana mereka bisa bicara tentang hati (perasaan) jika mereka tidak lagi memiliki hati? Oh I’m glad this nightmare is over.

PENILAIAN KAMI
Overall
40 %
Artikel SebelumnyaWreck-It Ralph
Artikel BerikutnyaMenuju Sinema Indonesia Berlandaskan Pendidikan Karakter Ekonomi Kerakyatan dan Profesionalisme
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.