Himala adalah bahasa tagalog yang bermakna keajaiban. Kisah filmnya mengambil tempat di sebuah dusun miskin terpencil dan gersang bernama Cupang. Elsa (Aunor) adalah seorang gadis desa biasa. Pada waktu gerhana matahari, ia kebetulan melintasi padang, dan suara gaib memanggilnya. Elsa lalu mendapat visi, penampakan “Bunda Maria”. Elsa yang setelahnya berperilaku aneh membuat seisi dusun cemas. Namun ketika Elsa bisa menyembuhkan seorang warga yang sakit keras mendadak segalanya berubah. Elsa dianggap bak seorang “Nabi” dan ribuan orang datang ke dusun kecil ini minta diberkati dan disembuhkan.
Sungguh mengesankan dan sangat tidak diduga dari negeri Filipina bisa memiliki sebuah film yang memiliki pencapaian begitu tinggi. Tema menjadi kekuatan utama filmnya. Fenomena “nabi palsu” telah ada sejak silam namun belum ada yang mampu menggambarkannya dengan begitu baik dan begitu membumi. Kisahnya sendiri berjalan dengan tempo sedang, sedikit demi sedikit konflik cerita berkembang menjadi semakin menarik dan dramatik. Elsa membawa pengaruh besar bagi perubahan lingkungan sekitarnya baik fisik maupun mental. Niat baik Elsa menolong orang justru dimanfaatkan untuk kepentingan lain. “Elsa” bukannya membawa kedamaian justru membawa petaka. Konflik cerita yang demikian detil dan kompleks semakin sempurna dengan klimaks yang mengejutkan.
Aunor yang berperan sangat baik sebagai Elsa berakting lebih banyak tanpa dialog. Ekspresi sang bintang jauh lebih berbicara banyak dan secara brilyan ia bisa menempatkan dirinya di antara “percaya” (faith) dan “tidak percaya” (faithless). Para pemain lainnya juga bisa mengimbangi Aunor dengan baik khususnya Gigi Duenas (Nimia) dan Laura Centeno (Chayong). Setting juga mengambil peran penting dalam keberhasilan filmnya, baik setting dusun maupun di padang gurun. Selain pencapaian diatas, aspek sinematografi, editing, dan musik, mampu menyatu menyajikan sebuah kisah bernuansa “horor” yang sangat menyayat hati dan dramatik.
Entah Elsa adalah seorang “nabi” masih menyisakan banyak pertanyaan dan bisa memunculkan banyak penafsiran. Elsa bisa menjadi simbol penderitaan dan pengorbanan seorang utusan Tuhan, sejak mendapat “wahyu” hingga “disalib”. Elsa bisa pula menjadi simbol kemiskinan absolut serta moralitas yang ambruk di tengah masyarakat yang melakukan apa saja demi uang. Akal sehat dan logika dibutakan oleh lingkungan dan tuntutan materi. Elsa akhirnya menyadari semua dan berpidato di hadapan ribuan pengikutnya, “There is no miracle!! The miracles are in people’s hearts, in all our hearts! We make the miracles!”.
WATCH TRAILER