Sukses komersial film-film (dan seri) Marvel Cinematic Universe (MCU) rupanya berdampak semakin beraninya para pembuat film Marvel untuk bereksplorasi liar dengan sosok superhero-nya. MCU kini mulai merambah ke sosok superhero yang jarang dikenal (Shang Chi & Eternal), dan kini semakin menggila dengan konsep multiverse. Setelah seri WandaVision dan Loki yang mengeksplorasi wilayah baru, kini melalui seri terbarunya, Moon Knight bermain dalam ranah kepribadian ganda dan mitologi Mesir.

Masih didalangi sang produser jenius Kevin Feige, seri Moon Knight digarap oleh Jeremy Slater serta diarahkan secara bergantian oleh Mohammed Diab, Aaron Moorhead, dan Justin Benson. Seri bertotal 6 episode ini berdurasi rata-rata 45 menit yang dirilis tiap minggu. Seri ini dibintangi Oscar Isaac, Ethan Hawke, May Calamawy, serta aktor senior F. Murray Abraham sebagai pengisi suara Dewa Khonshu. Tercatat, seri ini adalah juga bagian dari fase ke-4 MCU yang dimulai sejak Black Widow dan seri WandaVision. Entah dimanakah kelak posisi sosok Moon Knight bakal terlibat dalam semesta sinematiknya?

Steven Grant (Oscar Isaac) adalah seorang pegawai museum di London yang berperangai sopan dan halus, serta tahu banyak tentang mitologi Mesir. Namun, ia memiliki gangguan mental yang sering kali berjalan dalam tidurnya. Di mulai dari satu artifak kuno (scarab), Grant terlibat dalam satu petualangan yang ia sendiri tak pahami dengan seorang misterius bernama Arthur Murrow (Hawke). Anehnya lagi, Grant ternyata memiliki kepribadian ganda yang membuat dirinya menjadi sosok super tanpa tanding. Perjalanan panjang ini kelak merubah hidupnya untuk selamanya.

Bagi penikmat MCU, Moon Knight adalah seri yang kisahnya terbilang paling rumit, belum lagi tone filmnya yang terbilang gelap. Untuk bisa memahami betul sosok kepribadian ganda, Steven dan Marc, jelas butuh waktu karena tiap seri hanya memberikan satu petunjuk kecil. Belum lagi hubungan Marc dengan Khonshu yang terbilang membingungkan pada separuh awal serinya. Secara perlahan dan sabar, segalanya mulai terkuak, walau dalam beberapa segmen kisahnya masih dikemas absurd. Satu segmen “rumah sakit jiwa” yang disajikan brilian menjadi tempat transisi ideal untuk menjembatani antara realita satu dengan realita lainnya. Oh my, untuk menjelaskan ini saja sudah sangat sulit. Sederhananya, seri Moon Knight adalah kisah latar sosok superhero dengan segala atribut Mesirnya melalui sosok protagonis yang memiliki pribadi ganda. Pahamkan? Hope so. Tidak ada penjelasan yang lebih baik dari pada menonton serinya.

Baca Juga  Duty After School

Sisi cerita yang rada absurd berbanding terbalik dengan pencapaian estetiknya yang luar biasa. Satu hal yang terpampang jelas adalah penggunaan setting eksotis di Kota Cairo, lengkap dengan gurun pasir dengan segala perniknya, yang belum pernah ditampilkan dalam seri MCU. Lansekap kota juga ditunjang oleh sisi sinematografi yang sangat menawan didukung pencapaian tinggi CGI yang menjadi standar film-film MCU. Semua ini didukung musik bernuansa timur tengah yang menghiasi banyak adegan dan credit-nya sehingga menghasilkan nuansa yang berbeda dengan film MCU sebelumnya. Namun, satu teknik yang mencuri perhatian adalah teknik “jump-cut” inovatif yang digunakan ketika Mark dan Steven (atau satu sosok lagi) saling bergantian mengontrol tubuh fisik mereka. Ini adalah teknik jump-cut brilian karena memiliki motivasi yang kuat dari sisi penceritaan bukan semata gaya teknis.

Walau serinya masih banyak menyisakan pertanyaan, Moonknight adalah suntikan segar untuk MCU melalui mitos budaya Mesir dengan keindahan setting-nya, sinematografi dan CGI mengesankan serta teknik jump-cut inovatif, dan tentunya sosok superhero berkepribadian ganda. Segmen ending-nya jelas banyak memunculkan pertanyaan serta kontinuitasnya kelak dengan seri MCU. Moon Knight adalah seri yang menarik walau tak sebrilyan WandaVision dan Loki. Butuh energi dan fokus tinggi untuk mengikuti seri ini karena sisi penceritaannya yang tak biasa, namun ending gigantiknya layak untuk ditunggu. Tidak bisa dibayangkan sosok unik macam Moon Knight kelak bakal bersanding bersama kolega MCU yang lainnya yang berada di ranah supernatural, macam Wanda, Doctor Strange, atau Shang-Chi. Jangan-jangan sosok ini muncul dalam sekuel Doctor Strange yang rilis premiere besok. Selamat menikmati serinya.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
85 %
Artikel SebelumnyaKuntilanak 3
Artikel BerikutnyaDoctor Strange in the Multiverse of Madness
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.