Annihilation (2018)

115 min|Adventure, Drama, Horror|23 Feb 2018
6.8Rating: 6.8 / 10 from 368,873 usersMetascore: 79
A biologist signs up for a dangerous, secret expedition into a mysterious zone where the laws of nature don't apply.

Annihilation jelas banyak mengingatkan pada film fiksi ilmiah Arrival yang bernuansa absurd dengan pesan yang tak mudah ditangkap penonton awam. Pola absurd sejenis, jelas menimbulkan banyak multi tafsir, terlebih jika sang sineas tidak memberikan petunjuk atau penanda yang jelas, entah sebagai simbol, metafora, atau semacamnya. Arrival mampu mengemas pesannya dengan cara yang sangat cerdas dan brilian. Arrival memiliki pola dan konsep yang konsisten dan jelas, sehingga penonton yang jeli tak sulit untuk menangkap pesannya. Film-film masterpiece bernuansa absurd dengan kedalaman tema sejenis, sudah sejak lama muncul, sebut saja 2001: A Space Odyssey, Solaris, dan Blade Runner. Sementara Annihilation berbeda level dengan film-film yang disebut di atas. Film ini mau bicara apa sebenarnya? Film ini sendiri ternyata diadaptasi dari novel berjudul sama karya Jeff VanderMeer dan ditulis naskahnya oleh sineasnya, yakni Alex Garland. Garland sendiri sebelumnya lebih dikenal sebagai penulis naskah, antara lain 28 Days Later, Sunshine, Dredd, serta karya terbaiknya, Ex Machina yang ia juga menjadi sutradara.

     Film dibuka dengan gambaran sel yang membelah diri, terus dan seterusnya, yang menjadi kunci dari kehidupan. Sang tokoh utama, Lena (natalie Portman), seorang profesor biologi sekaligus mantan militer, menjelaskan hal tersebut adalah sel kanker yang menjadi salah satu pembunuh terbesar umat manusia. Film ini bicara tentang “sel kanker”? Pikir saya pada momen ini. Sang tokoh lalu digambarkan menghadapi masalah pribadi, yang sudah menjadi kelaziman untuk model plot genrenya. Hal yang mengejutkan, sang suami yang menjadi masalah justru mendadak muncul, dan tak lama kemudian situasi berkembang lebih cepat. The Shimmer rupanya menjadi pangkal masalahnya. The Shimmer adalah sebuah anomali yang diakibatkan meteor yang menubruk bumi dan menyebabkan “radiasi” yang mampu mengubah sel dalam radius tertentu. Sejumlah tim ekspekdisi dikirim untuk menyelidiki anamoli ini. Suami Lena adalah tim ekspekdisi sebelumnya, dan hanya ia seorang yang mampu kembali hidup-hidup setelah masuk The Shimmer. Seperti sudah diduga, Lena bersama tim perempuan yang dipimpin psikolog Ventress, masuk untuk menyelidiki anomali ini. Mereka menemukan bahwa semua sel hidup termasuk tumbuhan, binatang, termasuk manusia, bermutasi menjadi satu sel baru yang amat unik. Semakin ke dalam, mereka menghadapi masalah yang lebih rumit dan misteri baru selalu muncul.

Baca Juga  Son

     Berbekal pengalaman menonton Arrival, saya mencoba menikmati cerita tanpa berpikir banyak. Sejak awal, sel kanker telah menjadi petunjuk awal yang menjadi tema besar film ini. Sepertinya halnya sel kanker dalam tubuh manusia, The Shimmer seolah menjadi sel penghancur seluruh isi bumi. Apakah Ini hanya metafora? Bisa jadi. Umat manusia seolah bagai sel kanker yang merusak bumi dan umat manusia sendiri. Semua tokoh digambarkan bukan sebagai sosok yang sempurna tanpa masalah dan dosa. Kilas-balik Lena mempertegas hal ini. Lalu, “sel kanker” umat manusia dalam bentuk seperti apa? Tentu sudah bisa kita lihat sekarang, bagaimana umat manusia menghancurkan diri mereka sendiri. Hanya ini saja? Yang bisa saya tangkap cuma ini dan hal ini jelas bukan tema baru di medium film, hanya cara penyampaiannya yang berbeda. Entah jika ada pesan lain yang tidak bisa saya tangkap. Film ini juga tidak menawarkan solusi atau harapan untuk bisa lepas dari masalah umat manusia ini. Ending filmnya sudah jelas mengarah ke mana.

     Annihilation merupakan sajian fiksi ilmiah yang absurd dengan tema yang rasanya tak lagi baru di genrenya. Walau begitu, film ini mampu menyampaikan pesannya dengan visualisasi yang amat unik melalui pencapaian CGI yang menawan. Film ini mampu memberikan nuansa alam “The Shimmer” layaknya alam mimpi, dengan flora dan fauna yang penuh warna. Annihilation setidaknya mampu memberikan warna baru bagi genrenya.

WATCH TRAILER

PENILAIAN KAMI
Overall
60 %
Artikel SebelumnyaTrailer Perdana Fantastic Beast: The Crimes of Grinderwald
Artikel BerikutnyaGame Night
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.