Pekerja kelas buruh rupanya ialah salah satu yang menarik diangkat ke dalam medium film, di Prancis. Setelah Florence Aubenas mempublikasikan esai buatannya tentang mereka, Emmanuel Carrère dan Hélène Devynck mengadaptasi itu menjadi Between Two Worlds dengan skenario garapan mereka. Emmanuel Carrère pun sekaligus mengarahkan film drama ini. Melalui produksi Cinéfrance Studios, Curiosa Films, France 3 Cinéma, dan Studio Exception yang berasosiasi dengan La Banque Postale Image 13 dan Sofica Manon 10, para kastingnya antara lain Juliette Binoche, Hélène Lambert, Léa Carne, Aude Ruyter, dan Louise Pociecka. Selain ihwal isunya, apa yang istimewa dari Between Two Worlds lewat tangan Carrère dan Devynck?
“You’re right. Everyone in their place.”
Marianne Winckler (Binoche) adalah seorang penulis buku yang suatu hari punya ide untuk terjun langsung mendekati setiap subjek dan objek tulisannya. Para pekerja kebersihan di banyak tempat. Masalahnya, mereka bukanlah orang-orang yang hidup di waktu-waktu biasa, atau bisa dengan mudah mengizinkan orang asing masuk. Namun demi perkembangan bukunya, Marianne tetap melakukan ide tersebut. Walau sudah diperingatkan oleh Lucie (Ruyter). Sampai perjalanan riset Marianne mempertemukannya dengan Chrystèle (Lambert), salah seorang pekerja kebersihan di bagian penumpang dalam kapal feri.
Tidak banyak film yang dibuat berdasarkan karya tulis nonfiksi seperti esai atau laporan akan suatu fenomena tertentu. Kecuali film-film bertema penulisan atau jurnalistik yang umumnya berangkat dari peristiwa nyata. Misalnya Capote, Spotlight, True Story, dan The Post. Ada pula yang mengangkat fenomena hingga topik sensitif terkait perpolitikan maupun kesehatan masyarakat seperti Kill the Messenger, Citizen Four, All the President Men, dan Dark Waters. Between Two Worlds adalah khazanah bagi perfilman dari jenis dan tipe yang sama, namun dengan topiknya sendiri. Para pekerja kebersihan, atau warga dengan ekonomi menengah ke bawah dengan pekerjaan bergaji rendah.
Kisah Between Two Worlds bergulir seiring perjalanan sang tokoh utama, Marianne (Binoche), dalam mengumpulkan data untuk bukunya. Kita hanya ditunjukkan rutinitas dia selama menjalani profesi tukang bersih-bersih (cleaning service), lalu menuliskan semua pengalaman baru tersebut di laptopnya. Sampai kemudian dia bertemu Chrystèle (Lambert), seorang pekerja dari kelompok pembersih kapal feri, khusus di bagian penumpang. Baru kemudian gairah cerita yang diolah Carrère dan Devynck dalam naskah film ini lebih terasa. Terutama ketika relasi di antara keduanya berujung sebuah fakta mengejutkan tentang identitas sebenarnya Marianne yang baru diketahui Chrystèle. Tanpa momentum ini, Between Two Worlds hanya akan berupa observasi mengikuti tokoh utama selama mengumpulkan data sampai akhirnya jadi buku.
Between Two Worlds pun tak menawarkan banyak aspek lain di luar semua itu. Isu, topik, rangkaian perjalanan tokoh utama mencari data, dan rahasia yang terbongkar. Satu hal lain dari film ini boleh jadi ialah olah peran untuk dua tokoh sentralnya, Binoche sebagai Marianne dan Lambert sebagai Chrystèle. Meski pendalaman karakter mereka yang paling kentara adalah pada saat Chrystèle kecewa dengan Marianne, hingga film usai. Sejujurnya, keseruan Between Two Worlds baru benar-benar terasa kuat dan hebat ketika mereka berdua mulai berkonflik di feri sampai perjumpaan terakhir di samping bus. Saat duet Binoche dan Lambert mendekati akhir cerita dimasuki orang ketiga, Marilou (Carne), “penghakiman” terhadap Marianne pun semakin besar. Tokoh utama kita, kian merasa bersalah.
Hampir tidak ada yang spesial dan memukau lagi dari aspek sinematik Between Two Worlds, kecuali akting para pemainnya. Eksekusi sinematik yang dilakukan Carrère terlalu biasa untuk topik skenarionya. Film ini boleh jadi memang didasarkan pada sesuatu yang unik dengan urgensi besar di Prancis sana menurut Aubenas. Namun selama Carrère dan Devynck tidak mengerjakan naskahnya dengan baik, isu dalam ceritanya tentu tidak akan ke mana-mana juga. Melihat rekam jejak penulisan Devynck yang baru kali pertama, serta penyutradaraan Carrère yang masih prematur untuk film ketiganya ini, mereka berdua masih perlu banyak belajar lagi.