PENULIS

Miftachul Arifin & Agustinus Dwi Nugroho

Artikel Peraih Nominasi FFI 2021 – Kategori Kritik Film Terbaik

Film horor memiliki popularitas tinggi di Indonesia. Selain roman remaja, drama keluarga, dan komedi tentunya, sebagai sesama penyandang titel genre populer di perfilman Indonesia. Kehadirannya menghiasi layar-layar bioskop, acap dinanti-nanti oleh khalayak sinema tanah air, utamanya para penikmat setia genre horor. Melihat peluang pasar dan pundi-pundi pendapatan yang sedemikian besar ini, film horor lantas dengan bebasnya menjamur.

Sementara pada saat yang sama, sinema dunia sendiri sudah jauh mengeksplorasi genre horor demikian hebat dengan ragam estetik dan tema. Tren semesta sinematik (universe) yang dimotori Marvel Cinematic Universe bahkan telah merambah ke ranah horor. Horor lokal kita pun mengekor tren yang sama. Semesta sinematik Danur adalah satu contoh fenomenal yang hingga kini telah memiliki lima buah film. Seri pungkasnya, Asih 2 (2021) ialah satu sampel paling mutakhir yang menarik untuk dijadikan bahan studi kasus, baik mewakili serinya maupun kebanyakan film horor kita.

Fenomena Semesta Sinematik Danur 

Dominasi pamor film horor di Indonesia senada pula dengan atensi masyarakat kita yang lebih menyukai cerita-cerita horor, di samping drama roman remaja. Semesta sinematik horor, Danur menjadi pionir dalam industri perfilman Indonesia. Kemunculan perdananya melalui Danur: I Can See Ghosts pada Maret 2017 sontak mencuri perhatian banyak pasang mata. Terutama para penikmat sinema horor dan pelaku industri film sendiri. Suksesnya tidak luput pula dari seri novel Danur karya Risa Saraswati yang telah lebih dulu best seller.

Seri Danur, berkisah tentang sosok remaja bernama Risa yang diperankan Prilly Latuconsina. Ia adalah gadis indigo yang memiliki kemampuan melihat wujud-wujud tak kasat mata. Kisah besarnya merupakan satu rentetan petualangan Risa dalam mengembari tiap-tiap entitas yang membahayakan ia dan orang-orang di sekitarnya. Sementara Asih ialah sosok entitas jahat yang muncul dalam film pertama. Kisah sampingan atau spin-off-nya, Asih dan Asih 2, lebih terfokus pada sosok Asih dengan latar belakangnya hingga menjadi arwah pengincar anak-anak, dan sepak terjangnya mengusik para orang tua baru dari waktu ke waktu.

Baca Juga  Vina: Sebelum 7 Hari | Fenomena Spiritual, Viralitas, dan Pengungkapan Fakta Sosial

Kehadiran Danur yang bombastis pun telah menjadi fenomena tersendiri. Sukses Danur lalu diikuti Danur 2: Maddah, Asih, dan Danur 3: Sunyaruri. Empat film ini saja meraih angka total lebih dari 8 juta penonton! Sedangkan seri yang kelima hanya mengantongi penonton sejumlah 330.396 (filmindonesia.or.id). Animo masyarakat terhadap Asih 2 terlihat anjlok bila dibandingkan Asih dengan perolehan angka sebesar 1.714.798 (filmindonesia.or.id). Terlebih lagi bila dibandingkan dengan ketiga seri Danur yang masing-masingnya selalu mencapai lebih dari 2 juta penonton. Namun, angka raihan Asih 2 tercatat adalah yang cukup besar mengingat film ini dirilis pada masa pandemi dengan jumlah layar serta bangku penonton yang dibatasi separuhnya.

Seri Danur sendiri digawangi oleh nama-nama yang sama untuk setiap filmnya, kecuali film kelima. Asih 2 mengalami pergantian kursi sutradara, dari yang sebelumnya ditangani oleh Awi Suryadi menjadi Rizal Mantovani. Baik Awi maupun Rizal memang kita kenal sebagai sutradara spesialis horor yang punya pendekatannya masing-masing. Awi telah mengarahkan empat seri Danur, yakni Danur: I Can See Ghosts, Danur 2: Maddah, Asih, dan Danur 3: Sunyaruri. Tidak dinyana, nama yang muncul untuk menggantikannya ialah Rizal. Meski demikian para penulisnya masihlah sama, yaitu Lele Laila, Adam Ripp, dan Paul Todisco.

Apabila melihat dari tanggal rilisnya, Danur muncul empat tahun sesudah The Conjuring (2013). Sebagai sesama pengguna semesta sinematik, jelas sekali bahwa sukses Danur mengekor Conjuring universe yang telah lebih dulu menjadi tren global. Ketika Conjuring universe memiliki spin-off melalui Annabelle dengan tiga serinya dan The Nun, Danur pun menghadirkan Asih dalam dua seri. Asih (2018) kala rilisnya menjadi momentum pembuat film untuk mendeklarasikan semesta sinematiknya. Asih 2 semakin mempertegas eksistensi semesta sinematik yang secara perlahan dibangun melalui serinya. Film-film dalam satu semesta sinematik pun tidak hanya berdiri sendiri, namun harus memiliki sebuah kesinambungan, baik secara cerita maupun tokohnya. Danur universe terbukti telah menjadi barometer keberhasilan industri film horor di Indonesia, lalu bagaimana dengan sisi kualitasnya?

NEXT: Kaburnya Eksplorasi Tema Lokal

1
2
3
4
5
Artikel SebelumnyaOpen
Artikel BerikutnyaSerigala Langit
Miftachul Arifin lahir di Kediri pada 9 November 1996. Pernah aktif mengikuti organisasi tingkat institut, yaitu Lembaga Pers Mahasiswa Pressisi (2015-2021) di Institut Seni Indonesia Yogyakarta, juga turut andil menjadi salah satu penulis dan editor dalam media cetak Majalah Art Effect, Buletin Kontemporer, dan Zine K-Louder, serta media daring lpmpressisi.com. Pernah pula menjadi kontributor terpilih kategori cerpen lomba Sayembara Goresan Pena oleh Jendela Sastra Indonesia (2017), Juara Harapan 1 lomba Kepenulisan Cerita Pendek oleh Ikatan Penulis Mahasiswa Al Khoziny (2018), Penulis Terpilih lomba Cipta Puisi 2018 Tingkat Nasional oleh Sualla Media (2018), dan menjadi Juara Utama lomba Short Story And Photography Contest oleh Kamadhis UGM (2018). Memiliki buku novel bergenre fantasi dengan judul Mansheviora: Semesta Alterna􀆟f yang diterbitkan secara selfpublishing. Selain itu, juga menjadi salah seorang penulis top tier dalam situs web populer bertema umum serta teknologi, yakni selasar.com dan lockhartlondon.com, yang telah berjalan selama lebih-kurang satu tahun (2020-2021). Latar belakangnya dari bidang film dan minatnya dalam bidang kepenulisan, menjadi motivasi dan alasannya untuk bergabung dengan Komunitas Film Montase sejak tahun 2019. Semenjak menjadi bagian Komunitas Film Montase, telah aktif menulis hingga puluhan ulasan Film Indonesia dalam situs web montasefilm.com. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Agustinus Dwi Nugroho.

1 TANGGAPAN

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.