The Burning Sea adalah film bencana produksi Norwegia yang digarap oleh John Andreas Andersen. Sinema Norwegia rupanya kini menjadi yang terdepan melalui film-film bencana berkualitas tinggi, sebut saja The Wave, The Quake, The Tunnel, dan kini The Burning Sea. Film-film ini sudah selevel atau bahkan lebih tinggi kualitasnya ketimbang film-film bencana Hollywood yang semata hanya mengumbar sisi aksi (hiburan). The Burning Sea dibintangi oleh Kristine Kujath Thorpe, Henrik Bjelland, Rolf Kristian Larsen, serta Bjørn Floberg. Film ini dirilis oleh platform streaming Amazon Prime minggu lalu.

Sofia (Thorpe) adalah seorang “pilot” robot selam mini bawah air yang suatu ketika mendapat tugas untuk menyelam ke satu kilang minyak lepas pantai yang runtuh. Para ahli perusahaan minyak mendapati bahwa anomali penurunan tanah ini adalah tidak wajar yang bisa disebabkan satu lapisan kosong akibat minyak yang disedot secara terus menerus sekian puluh tahun. Perusahaan pun menarik semua karyawannya di ratusan kilang minyak di Utara Norwegia, namun kekasih Sofia, Stian (Bjelland), tertinggal karena suatu sebab. Perkembangan semakin genting menyebabkan otoritas harus melakukan tindakan ekstrem sebelum tumpahan minyak meluas ke seluruh utara Eropa. Sofia dengan segala cara berusaha pergi ke lepas pantai untuk menyelamatkan sang kekasih.

Norwegia dengan kondisi geografisnya yang unik, memang rawan bencana. Bisa jadi ini yang memicu para pembuat film untuk membuat cerita tentang apa yang terburuk terjadi jika bencana tersebut datang? Terhitung bersama The Burning Sea, sudah empat film mengangkat topik yang sama. Isu lingkungan baru kali ini diselipkan secara lugas, di luar sajian aksi thriller-nya yang satu level dengan film-film Hollywood. Pertanyaan saya sekarang sedikit lebih ilmiah, bisakah ini terjadi? Saya pikir para pembuat film juga tidak mungkin sebodoh itu dengan misi untuk memberi shock terapi agar dunia waspada dengan isu ini.

Baca Juga  Don't Look Up

The Burning Sea adalah film bencana ambisius dengan isu lingkungan kuat sekaligus pembuktian bahwa industri film Norwegia dalam beberapa tahun terakhir ini adalah yang teratas untuk genre ini.  Secara visual dan teknis, film-film bencana Norwegia ini sudah terlihat sangat mapan. The Burning Sea membuat Deepwater Horizon yang dibintangi Mark Wahlberg tampak inferior, walau Horizon kisahnya didasarkan kejadian nyata. Bagi saya, film-film ini bukan masalah aksinya, namun adalah pesannya. Bumi selalu punya cara untuk menyeimbangkan dirinya sendiri, entah kita yang melakukannya, atau alam itu sendiri. Kita tinggal memilih.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
80 %
Artikel SebelumnyaThe Calm Beyond
Artikel BerikutnyaThe Batman
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.